KAYUAGUNG I Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI),
Sumatera Selatan mulai melakukan pencairan Alokasi Dana Desa (ADD) Tahap
II yang diperuntukkan untuk pelaksanaan pembangunan desa. Namun,
kondisi itu dimanfaatkan oleh sejumlah oknum yang mengaku sebagai
wartawan.
Mereka berburu ke kantor desa dengan alasan akan melakukan
peliputan. Sayangnya, kedatangan mereka
melenceng dari tujuan utamanya
hingga dikeluhkan aparatur desa. Apalagi oknum wartawan tersebut
bertindak layaknya aparat yang tengah melakukan penyidikan hukum.
Seperti yang dikeluhkan Kades Tanjung Alai, Kecamatan SP
Padang Kabupaten OKI, Kasmir menurutnya, setiap ada pencairan dana desa
baik itu DD maupun ADD ada oknum wartawan yang mendatangi kantor kepala
desa dengan alasan melakukan peliputan. “Sepertinya wartawan yang sering
datang ini memang spesialis yang suka mendatangi kepala desa dengan
alasan kita melakukan kecurangan dalam penggunaan anggaran
desa,”jelasnya.
Bahkan, dirinya mengatakan beberapa waktu lalu juga
didatangi oleh oknum wartawan yang bernama ABBAS yang mengaku dari surat
kabar AMPERA NEWS dan PERWIRA modusnyapun meliput pemberitaan dengan
mengintrogasi kades layaknya penyidik dengan nada ancaman kalau dirinya
akan menerbitkan berita terkait penggunaan dana desa. “Ya intinya mereka
ini sudah meresahkan kades-kades, bukannya wawancara masalah
pembangunan atau pun potensi desa, malahan melakukan tuduhan atau
kecurangan yang kami lakukan, dan ujung-ujungnya duit,”jelasnya.
Hal senada juga diungkapkan, Alamsyah Kades Awal Terusan
Kecamatan SP Padang yang mengeluhkan tingkah laku oknum wartawan yang
kerap menakut-nakuti sejumlah kades. Dia juga mengaku heran dengan
datangnya oknum wartawan, setelah pencairan anggaran bantuan dari
pemerintah untuk berbagai pelaksanaan pembangunan.
Bahkan kata dia, oknum wartawan tersebut juga tak
segan-segan mengirimkan surat dengan nada ancaman kepada sejumlah kades
yang isinya “Ass Pak Kades. Aku tau pak kades pasti menghindari setiap
wartawan yang datang ada apa? Tunggu kabar selanjutnya” lengkap dengan
cap dan tanda tangan atas nama TARMIZI dari Media Tipikor.
“Kondisi ini selalu terjadi setiap pencairan anggaran,” katanya.
Dikatakannya, dengan kehadiran wartawan itu bukan berarti
aparat desa alergi dengan kontrol sosial. “Anehnya, oknum wartawan juga
datang ke kantor desa pun hanya mencari kesalahan realisasi program yang
ujung-ujungnya meminta imbalan kalau tidak mau diberitakan,” cetusnya.
Keluhan serupa juga terlontar dari Kades Batu Ampar,
Sumardi, dan Kades Batu Ampar Baru, Rustam yang kesemuanya dari
kecamatan SP Padang Kabupaten OKI.
Sekretaris Desa Terusan Laut Kecamatan SP Padang, Alrasid
mengatakan akan membahas masalah ini di forum kades. "Kami siap membuat
surat pernyataan yang ditanda tangani seluruh kades dan sekdes untuk
meminta tindakan terhadap oknum wartawan yang meresakan tersebut untuk
dibawah keranah hukum jika diperlukan. Sebab kami tidak ingin ulah
oknum-oknum wartawan seperti ini terus berkelanjutan," ungkapnya seraya
mengatakan apakah benar prosedur seorang wartawan meninggalkan selembar
kertas dengan kata-kata yang tidak mengenakan.
Terpisah, salah satu oknum wartawan bernama Abas ketika
diwawancara terkait hal tersebut, ia membantah keras dan hal tersebut
tidak benar. "Hal tesebut tidak benar adanya, seharusnya anda seorang
wartawan tidak boleh mewawancarai wartawan," ungkap Abas membantah.
Sementara itu,menanggapi hal ini Ketua Persatuan Wartawan
Indonesia (PWI) Endri Irawan SH, melalui Sekertaris PWI Kabupaten Ogan
Komering Ilir (OKI) Idham Syarief mengimbau kepada pemerintah daerah,
agar segera melaporkan saja kepada pihak berwajib jika ada oknum
wartawan yang melakukan pemerasan.
"Segera melaporkan ke Polres, jika ada wartawan yang
melakukan pemerasan. Karena ini pidana," kata Pria yang akrab disapa Ata
ini, saat dimintai komentar terkait adanya oknum wartawan yang ada di
OKI kerap meresahkan karena telah mengancam beberapa kepala desa yang
ada di Kabupaten OKI.
“Itu sudah jelas diluar tugas jurnalistik, tentunya sudah
melanggar Kode Etik Jurnalistik, jadi laporkan saja ke polisi,” ujarnya.
Ditambahkannya, jika Dia juga sering mendengar keluhan
tersebut dari beberapa kepala desa dan kepala sekolah, tapi belum ada
laporan tertulis.
Maraknya Wartawan Bodrex ini, ini terjadi karena orang
merasa bebas menjadi wartawan setelah masa reformasi tahun 1999. Saat
kebebasan berekspresi muncul, orang-orang bisa berlomba-lomba membuat
media massa dengan mudahnya, sehingga merekrut wartawan tanpa dibekali
ilmu jurnalistik terlebih dahulu hanya bermodalkan kartu id card.“Saya menyarankan kepada orang-orang yang diperas oleh wartawan tak jelas untuk melaporkan saja kepada polisi. Pasalnya, masalah itu sudah bukan masuk pada ranah jurnalisme, melainkan tindakan kriminal,” pungkas Ata.
0 Comments:
Posting Komentar