OKI, potretsumsel.id- Penyebab defisit APBD di suatu daerah biasanya terjadi selisih kurang antara Pendapatan Daerah dan Belanja Daerah pada tahun anggaran yang sama. Defisit terjadi bila jumlah pendapatan lebih kecil dari pada jumlah belanja.
Keadaan defisit ini bisa ditutupi dengan memaksimalkan berbagai sumber keuangan daerah, seperti Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) tahun sebelumnya, dana cadangan atau dana dari pendapatan asli daerah (PAD). Dan pemerintah daerah sebaiknya juga menghentikan kegiatan serta belanja publik yang bukan skala prioritas.
SiLPA merupakan dana milik daerah yang bersangkutan, sehingga tidak menimbulkan risiko fiskal seperti halnya pinjaman. Dalam hal APBD mengalami defisit, tidak ada pendanaan khusus yang disalurkan dari APBN kepada daerah untuk menutup defisit tersebut.
Santernya kabar Kas Daerah Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) pada tahun 2021 lalu tak memiliki cadangan anggaran, oleh Seketaris Lembaga Komunitas Pengawas Korupsi (KPK) DPW Tingkat II Kabupaten OKI, Bagus Saputra menilai jika Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten OKI kurang profesional dalam mengelola keuangan daerah.
"Saya kira Kepala Badan Pengelola Keuangan tak memiliki inisiatif untuk menyelamatkan keuangan daerah, dalam hal ini mereka lebih paham apa yang di butuhkan daerah dan jumlah anggaran yang di miliki daerah saat itu, dengan dasar itu BPKAD haruslah mengutamakan hal yang bersifat prioritas." Terangnya
Menurutnya. Prinsip fleksibilitas dan kehati-hatian dalam pengelolaan keuangan adalah cara jitu menyikapi kondisi saat ini, sesuai dengan PERPU No. 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan stabilitas sistem keuangan dalam Rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan stabilitas sistem keuangan.
"Keuangan yang di kelola BPKAD harusnya lebih fokus pada bidang kesehatan, perlindungan sosial dan dukungan bagi dunia usaha dalam rangka membantu pemerintah memulihkan ekonomi nasional dan daerah." Ungkapnya.
Menurutnya, Pejabat / Otorisasi BPKAD Kabupaten OKI dalam hal menentukan akses anggaran APBD ke sumber daya alam, mengabaikan poin penting pada pasal 66 UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan APBN dan APBD.
"Fungsi alokasi anggaran daerah itu untuk mengurangi pengangguran meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian daerah, BPKAD ini justru beli motor seharga Rp 25.300.000 disaat kondisi masyarakat OKI yang sedang kepayahan." Terangnya.
Bagus juga menilai langkah BPKAD Kabupaten OKI membeli kendaraan dinas roda dua telah mengangkangi Perpres No 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang /Jasa Pemerintah.
"Pemerintah daerah dalam hal ini BPKAD sebaiknya menghentikan kegiatan serta belanja publik yang bukan skala prioritas dan memaksimalkan pendapatan asli daerah (PAD) yang bertujuan menyelamatkan keuangan daerah sekaligus mendorong pertumbuhan aktivitas ekonomi." Pungkasnya.
Hingga berita ini di turunkan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) Ir H Mun’im MM belum bersedia memberikan tanggapannya.(red/ari)
0 Comments:
Posting Komentar