DPRD Muara Enim Harmonisasi Eksekutif- Legeslatif Hanya Retorika

 


#Pj Bupati OPD Tidak Bisa Bekerja Mundur Saja

MUARA ENIM,potretsumsel.id-- Suasana Rapat Paripurna ke-III DPRD Kabupaten Muara Enim tentang penyampaian laporan hasil pembahasan panitia khusus terhadap empat Raperda Kabupaten Muara Enim dan penandatanganan keputusan bersama penyampaian pendapat akhir Bupati Muara Enim terhadap empat Raperda Kabupaten Muara Enim, mendadak diskor hingga pukul 16.30 yang mana Rapat dimulai pukul 10.00 Wib. Rapat yang dimpin oleh pimpinan sidang ketua DPRD Muara Enim Liono Basuki dan dihadiri oleh Pj Bupati Muara Enim H Nasrun Umar, Pj Sekda Emran Tabrani, Forkompimda, OPD di lingkup Pemkab Muara Enim dan anggota DPRD Muara Enim, Senin (21/3/2022) di Ruang Rapat Paripurna DPRD Muara Enim di kawasan Islamic Center.


Pengskoran ini dilakukan, lantran dewan menilai harmonisasi antara legislatif dan eksekutif saat ini hanya sekedar retorika saja. Sebab pembahasan terhadap empat Raperda tidak maksimal lantaran OPD yang dikirimkan untuk mengikuti pembahasan tidak bisa mengambil keputusan.



“Kami menyadari bahwasanya Raperda inisiatif DPRD. Kami menyadari bahwasanya tidak dapat mengeksekusi Raperda ini karena perda ini akan dilaksanakan oleh OPD tetapi tidak ada komitmen sedikit pun kepad OPD untuk menjalankan dengan sungguh-sungguh, untuk melakukan penegakan terhadap Perda ini, miris sekali,” tegas anggota Pansus III DPRD Kabupaten Muara Enim Dwi Windarti dari Fraksi Partai Demokrat ini.


Dilanjutkan, Dwi data dikepolisian menunjukan bahwasanya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Muara Enim tertinggi.


“Yang paling viral terakhir perempuan yang dibakar oleh oknum aparat penegak hukum yang sampai saat ini belum mendapatkan pendampingan apa pun dari pemerintah Kabupaten Muara Enim,” lanjutnya dengan nada tinggi.


Kemudian, ia juga menegaskan untuk penanganan perlindungan perempuan dan anak butuh tenaga sikoklinis. Ternyata tidak ada satu pun tenaga sikoklinis di Kabupaten Muara Enim. Bahkan di rumah sakit RSUD HM Rabaian yang menjadi rujukan tidak terdapat tenaga sikoklinis. Dan Dwi meminta agar eksekutif sanggupkah menganggarkan. Namun, tidak mampu dijawab oleh OPD terkait.


“Saya memprensentasikan diri sebagai wakil dari perempuan-perempuan di Kabupaten Muara Enim, memprensentasikan diri sebagai wakil dari ibu-ibu yang ada di Kabupaten Muara Enim, penuh dengan keprihatinan melihat respon seperti ini dari OPD. Maka pada dari ini, lanjut Dwi, belum ada persetujuan raperda. Sebelum ada penandatanganan komitmen bersama, fakta integritas bahwasanya OPD akan memberikan support seluruhnya untuk penegakan peraturan daerah perlindungan perempuan dan anak,"urainya. 



Selanjutnya, Dwi mengatakan bahwa pembangunan di Kabupaten Muara Enim harus memperhatikan perempuan dan anak.



“Pembangunan di Kabupaten Muara Enim harus memperhatikan perempuan dan anak. Pandanglah trotoar yang ada di Kabupaten Muara Enim tidak layak untuk anak dan lansia. Tengoklah sekolah-sekolah di Kabupaten Muara Enim belum ada yang layak untuk membimbing moral-moral mereka,”ungkapnya.


Lebih lanjut, Dwi meguraikan empat tahun yang lalu kabupaten Muara Enim dipermalukan dengan 12 orang anak pelajar menjadi korban sodomi. Tiga tahun yang lalu, lanjutnya, 6 orang anak pelajar juga menjadi korban sodomi. Dalam kasus tersebut, Pemerintah Kabupaten Muara Enim tidak pernah hadir.



“Oleh karena itu, kami meminta kepada saudara Pj Bupati memerintahkan seluruh OPD untuk memenuhi keinginan kami, menandatangani kominmen bersama untuk menegakan peraturan daerah perlindungan perempuan dan anak saat ini juga,” lanjutnya.


Dituturkan, Dwi juga bahwa harmonisasi terkait kegiatan Musrembang adalah hak dewan untuk turut serta didalamnya. Karena dewan bagian penyelenggaraan pemerintah di Kabupaten Muara Enim. oleh karena itu, untuk kegiatan musrembang paparakan secara khusus kepada Badan Anggaran (Banggar) hasil kegiatan musrembang karena legislatif tau apakah pokok-pokok pikiran dewan terakormodir atau tidak.


"Terkait harmonisasi kegiatan Musrembang ini bukan kali pertama. Ketika kita sedang membahas LKPJ diselenggarakan musrembang dan kita tidak berada ditempat, ini berulang kembali. Tentu ini preseden buruk dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam Kabupaten Muara Enim,”ujarnya.


Selain itu, Dwi juga menegaskan mungkin ini harus menjadi evaluasi tersendiri bagi DPRD terhadap kinerja perangkat daerah. Nanti akan menjadi bagian satu kesatuan dalam LPPD setelah dokumen LKPJ selesai disampaikan langsung kepada Menteri Dalam Negeri, agar miss harmonasi seperti ini tidak terulang dikemudian hari.


“Sudah kita sampaikan didepan pak asisten yang mengawal Pansus III, seolah-olah kami (Dewan, red) yang ada disini sudah menjadi almarhum dan almarhumah, tidak lagi didengar suaranya. Kami ingin melihat jikal bakal pokok-pokok pikiran itu ada ketika musrembang dibuka. Tapi kita tidak bisa melihat karena secara fisik kita tidak bisa hadir,”terangnya.


Terakhir, Dwi kembali menegaskan bahwa Rapat Paripurna tersebut untuk di skor karena Pansus III ingin mendengarkan langsung komitmen OPD terkait.


“Pansus III akan menyanyakan kembali kepada OPD-OPD tentang kesiapan mereka,”tutupnya.



Sementara itu, Pj Bupati Muara Enim H Nasrun Umar menyampaikan akan mengambil alih tanggung jawab semua apa yang menjadi komplen, keluhan dan ketidak puasan khususnya dari Pansus III meminta rapat paripurna untuk ditunda keputusannya ditangan pimpinan. Kemudian raperda inisiatif dari DPRD Kabupaten Muara Enim tentang perlindungan perempuan dan anak.


“Mengingat rangkaian peristiwa kelihatannya perda ini (Perlindungan Perempuan dan Anak) harus ada yang memarjinalkan kaum perempuan dan anak. Saya menangkap merupakan suatu keharusan dan saya apresiasi,”akunya.


Ketika kepala OPD tidak bisa menjawab pertanyaan pansus, artinya yang bersangkutan tidak mampu menjadi kepala OPD. 


“Saat ini juga OPD-OPD yang terlibat pada rancangan peraturan daerah harus siap menandatangani komitmen dan harus mau bertanggungjawab terhadap komitmen itu, kalau OPD tidak mampu silakan mundur,” tegas HNU disambut riuh tepuk tangan.


Namun, ia sebagai nahkoda penyelenggara pemerintahan di Kabupaten Muara Enim, tidak pernah menganggap perjalanan penyelengaraan pemerintahan ini hubungan baik legislatif dan eksekutif hanya retorika.


“Bukti, begitu tidak disetujui tidak jadi raperda. Artinya tidak bisa sendiri eksekutif berjalan tanpa dukungan sepenuhnya dari legislatif. Mudah-mudahan ini hanya merupakan dinamika, harmonisasi yang kita lakukan didalam penyempurnaan pembahasan raperda, insya Allah kami semua komitmen atas apa yang menjadi inisiasi dari dewan yang terhormat untuk mengajukan perda inisiasi tentang perlindungan perempuan dan anak,” pungkasnya.(Erosan/Dang)

Share on Google Plus

About Potret Sumsel

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

0 Comments:

Posting Komentar